Selasa, 17 Maret 2009

uji publik RPMA pendidikan keagamaan Islam



PDF

Print

Jumat, 27 Februari 2009

Jakarta (www.pondokpesantren.net) – Sebanyak 45 orang peserta dari berbagai kalangan baik praktisi pendidikan dan pimpinan pondok pesantren bertemu di Hotel Ibis Tamarin Jakarta selama 2 hari (26-27 Februari 2008) untuk melakukan uji publik terkait dengan RPMA Pendidikan Keagamaan Islam.

Para peserta itu terdiri atas para pejabat BSNP, Dekan Fakultas Syari’ah dan Tarbiyah dari UIN/IAIN, pimpinan pondok pesantren, Kepala Bidang Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantran, Kepala Seksi Kanwil serta para Kasubdit Direktorat Pendikan Diniyah dan Pondok Pesantren Depag RI.

Acara yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Depag RI bekerjasama dengan Badan Standar Nasionanal Pendidikan (BSNP) ini bertemakan; “Menegakkan Eksistensi Pendidikan Keagamaan dalam Sistem Pendidikan Nasional”.

Dalam pidato sambutan selaku penanggungjawab acara sekaligus sebagai Kasubdit Pendidikan Diniyah, H. Mahmud, M. Pd mengatakan bahwa sebenarnya yang diupayakan menjadi peraturan menteri agama ini ada 4 hal yaitu; Pertama, RPMA tentang syarat pendirian pendidikan keagamaan Islam yang meliputi diniyah athfal, ula wustho, ulya dan ma’had Aly, ini yang formalnya. Sedangkan yang non-formalnya; majlis ta’lim, taman pendidikan al Qur’an (TPA), diniyah takmiliyah (pengganti madrasah diniyah) dan pondok pesantren.

Kedua, RPMA terkait dengan standar isi dari pendidikan keagamaan tingkat dasar`dan menengah. Ketiga, RPMA tentang standar kompetensi lulusan terkait di dalamannya pendidikan dasar dan menengah. Dan keempat RPMA tentang ujian nasional pendidikan keagamaan Islam.

Namun, sambung H. Mahmud, yang diujipublikkan hanya tiga hal (kecuali RPMA tentang syarat pendirian pendidikan keagamaan Islam) karena hanya ketiga hal itulah yang menjadi kewenangan BSNP.

Sebenarnya pertemuan kali ini adalah untuk kali keempatnya setelah BSNP menyarankan sebelum dikeluarkannya rekomendasi terhadap ketiga point diatas maka harus diadakan uji publik terlebih dahulu, inilah latar belakang adanya uji publik kali ini, lanjut H. Mahmud. (pip)

Pernyataan Maftuh itu disampaikan di hadapan Kakanwil Depag Jateng H Mashudi dan para pejabat Kanwil Depag Jawa Tengah, terkait adanya survei yang dilakukan Litbang Depag pada 2007 dan 2008 yang mengangkat tema Tindak Kekerasan Keagamaan di 13 Provinsi di Indonesia.

Hasil survei memperlihatkan partisipasi aktual masyarakat dalam berbagai bentuk tindak kekerasan bernuansa agama relatif rendah. Tingkat rata-rata partisipasi aktual tersebut, yang disebut sebagai Partisipasi Aktual Agresif (PAA), yakni "pengalaman responden terlibat dalam tindakan ekspresif maupun agresif sebesar 2,4 persen di wilayah NAD, 1,2 persen di Sumatera, dan 0,9 persen di Jawa bagian Barat," kata Maftuh.

Jenis PAA tertinggi adalah untuk keteribatan dalam tidakan merazia tempat hiburan, yaitu sebesar 5,3 persen di NAD, 2,7 persen di Sumatera, dan 1,3 persen di Jawa Bagian Barat. Sebaliknya, hasil survei yang sama memperlihatkan tingkat Partisipasi Potensial Agresif (PPA), yaitu kesediaan masyarakat untuk terlibat dalam berbagai bentuk kekerasan bernuansa agama cukup tinggi.

Rata-rata tingkat PPA di NAD sebesar 62 persen, sedangkan di Sumatera dan Jawa bagian Barat masing-masing 44 persen dan 36 persen.

"Meski tingkat PAA (Partisipasi Aktual Agresif) di ketiga wilayah tersebut rendah, itu tak berarti bahwa fenomena tindak kekerasan keagamaan tidak signifikan," katanya.

Menurut Maftuh, di kalangan para ahli dikenal istilah "the significant small," yaitu kendati dari hasil survei tingkat PPA rendah, namun angka itu tetap signifikan. Sebab, tegas Maftuh, sebagaimana lazimnya tindak kekerasan, partisipasi yang rendah pun sudah cukup untuk dapat menghasilkan dampak kerusakan yang besar, seperti halnya dalam kasus tindak pengeboman yang dilakukan kelompok tertentu dengan mengatasnamakan perjuangan agama atau kelompok agama.

Dalam kaitan itu, dia melihat bahwa hasil survei dapat menggambarkan potensi masyarakat untuk melakukan atau terprovokasi dalam kekerasan sangat tinggi. Untuk itu, Menteri Agama mengatakan, dibutuhkan partisipasi semua pihak secara aktif untuk meredam potensi-potensi tersebut.

(sumber mbs-posted from okezone.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar